Celebrate the world becomes our background (we're the main role)
Stay by my side, I love you baby girl
~~MBLAQ Celebrate
“Ugghhh....” aku mengerjapkan mataku, seseorang telah membuka tirai jendela kamar hotel tempatku menginap.
Stay by my side, I love you baby girl
~~MBLAQ Celebrate
“Ugghhh....” aku mengerjapkan mataku, seseorang telah membuka tirai jendela kamar hotel tempatku menginap.
“Seseorang
?” aku terkesiap. Pandanganku tertuju pada bagian ranjang di sebelahku dimana
aku tertidur. Tak ada orang. Tapi
jelas sekali bekas ditiduri seseorang. Jantungku berdetak lebih kencang ketika
mengetahui hanya underwear dan selimut
tipis ini yang menutupi tubuh telanjangku. Apa
yang telah terjadi semalam ?
“Eunsoo
–ya , kau sudah bangun ?” aku cepat-cepat menoleh ke sumber suara. Daehyun baru
saja keluar dari kamar mandi, mengeringkan rambut basahnya dan hanya memakai
kimono hotel. Dia kekasihku, tentu saja. Tapi
kenapa dia ada di kamarku sekarang ? TIDAK, ini bukan kamarku.
“Apa
kau lapar ? Bagaimana jika aku pesankan sarapan ?” ujarnya duduk disamping
ranjang, mengelus rambutku. Aku hanya terdiam, tak ingat apapun yang terjadi
semalam. Tiba-tiba aku merasa ingin menangis.
“Wae
jagiya ? Kenapa kau diam saja ?”
“Semalam....
apa yang terjadi ?”
“Kau
tidak ingat apapun ?” aku menggeleng cepat. Daehyun tersenyum.
“Kau
tertidur selama perjalanan kembali ke sini. Aku terpaksa membawamu ke kamarku,
karena aku tidak bisa menghubungi Jongup. Dan...” Daehyun menatap badanku yang
masih tertutup selimut, sedikit tertawa. “Kau tahu bagaimana aku mati-matian
menahan diriku untuk tidak menyentuhmu saat kau mulai membuka pakaianmu karena
kepanasan ? Kau mengigau semalam.”
Aku
hanya melongo mendengar penjelasannya. Wajahku memerah karena malu.
Perlahan-lahan potongan peristiwa menyergap memoriku. Aku mabuk, hanya karena dua gelas wine yang aku minum selama
penerbangan. Daehyun berusaha mengingatkanku tetapi aku tak menggubrisnya. Terakhir kali aku ingat ketika taksi membawa kami dari bandara menuju hotel. Aiiisshh jinja !!
Dia
melanjutkan, “Suatu kesalahan
membiarkanmu tertidur di ranjangku semalam. Bagaimanapun aku namja, jagi.
Jangan salahkan aku jika aku menyerangmu dalam tidur.” Daehyun terkekeh.
“YA
!!!” wajahku memerah.
“Tapi
semalam merupakan kesalahan yang menyenangkan. Terimakasih telah membuatku
tertawa.” ujarnya mencium bibirku. “Tenang saja, untuk kali ini aku tidak akan
menyerangmu tanpa seizinmu jagiya. Walaupun aku harap kau segera memberikannya
padaku.”
Aku
memukul pelan lengannya dan tersenyum padanya, memberi isyarat padanya untuk
berbalik badan karena aku ingin memakai pakaianku. Dia hanya bergumam tak
setuju, seperti toh dia sudah melihatku nyaris telanjang. Tapi tetap, dia
membalikkan badannya menghadap tembok.
“Geundae,
Daehyun –ah, kau sudah mendapat izin orangtuaku dan Yongguk oppa -walaupun dengan susah payah- untuk
menikahiku. Kau juga sudah mendapat izin orangtuamu. Tapi kau tidak pernah
menanyakan apakah aku ingin menikahimu bukan ? Bagaimana aku memberikan izin
padamu untuk menyentuhku ?”
“Apakah
kau sudah selesai berganti pakaian ?”
“Nee...”
“Sekarang
giliranku berganti pakaian dan aku akan mengantarmu ke kamarmu.”
Aku
menurut, tapi dalam hati aku terus menanyakan mengapa Daehyun tidak menjawab
pertanyaanku.
“Ya,
Eunsoo –ya, aku tahu jika badanku memang bagus. Tetapi tetap saja aku malu jika
kau melihatku dengan pandangan seperti itu jagiya.” Daehyun tesenyum
menggodaku.
Aku
tergagap, terbangun dari lamunanku. Aku tak menyadari bahwa daritadi aku terus
memandang sosok Daehyun yang sedang membuka lemari pakaiannya. Wajahku memerah
dan aku cepat-cepat membalikkan badanku.
“A...
anii. Bukan begitu maksudku ?” tak ada jawaban.
“Bukan
begitu bagaimana ?” Wangi aftershave yang
maskulin menyergap hidungku. Daehyun memelukku dari belakang. Dia sudah
berpakaian lengkap dengan jeans hitam, kaos putih dan kardigan abu-abu.
“A....
ani....” Daehyun mencium pipiku singkat, menambah rona merah pada pipiku. Dia
akhirnya melepas pelukannya dan mengambil tasku.
“Ya,
Jung Daehyun, kenapa kau senang sekali menggodaku sih ?”
“Sederhana,
karena aku senang melihat wajah calon Nyonya Jung memerah karena malu. Apa kau
tidak pernah berkaca bagaimana cantiknya dirimu saat kau gugup ?” dia menarik
tanganku ke depan cermin.
“Lihat...”
dia lagi-lagi memelukku dari belakang, kali ini dia menyibakkan rambutku dan
mencium leherku singkat. Jelas sekali, wajahku memerah karena malu dan aku
gugup.
“Yaaaa
!! Hajima...” aku melepaskan pelukannya.
“Hahaha,
kajja !!” dia menggandeng tanganku menuju kamarku, dengan tangan satunya membawa
tasku.
“Yak
!! Aku akan menunggumu di sini dan setelah itu kita sarapan bersama.” ujar
Daehyun semena-mena sambil duduk di sofa kamarku.
“Tsk..
arrasseo.”
“Cepatlah
mandi, aku lapar sekali.”
“Ne...
Tuan Jung Daehyun.”
Aku
mendapati diriku sendirian di kamar setelah selesai membersihkan diri. Daehyun
tidak ada. Tsk, sebegitu laparnya kah dia
hingga meninggalkanku untuk sarapan? Aku cepat-cepat berganti pakaian dan
mendapati ada secarik memo tertempel pada ponselku. Benar, dia sudah berada di restoran hotel. Menyebalkan !!
Bersungut-sungut,
aku segera memakai highheels ku dan
membuka pintu kamar. Sesuatu terjatuh, kalung dengan liontin cincin mengenai
sepatuku.
“Igo
bwoya ??” keinginanku bertemu Daehyun semakin kuat setelah melihat cincin itu.
Aku memasukkan kalung itu ke tasku, menyusul Daehyun dibawah.
“Eunsoo
–ya, nawara !!” ujar Daehyun tersenyum lebar saat aku memasuki restoran. Dia sedang mengambil nasi goreng. Aku menjejerinya,
dan memilih mengambil secangkir cappuccino dan setangkup toasted bread.
“Nasi
goreng Indonesia memang enak.” ujarnya puas. Aku mengurungkan niatku menanyakan
perihal kalung itu. Rasa jengkel karena dia meninggalkanku pun hilang setelah
melihatnya makan dengan lahap. Pria....
memang suka sekali makan, bukan ?
“Ada
apa Eunsoo –ya ? Kau sedang tidak bernafsu makan ?” tanyanya ketika melihatku
hanya memainkan cangkirku. Tangan kiriku terus memegangi tasku.
“Aniya...
geundae, igo..” aku mengeluarkan kalung berliontin cincin itu dari tasku.
Cincin titanium dengan ukiran namaku di bagian dalamnya. “... cincin ini...”
aku bingung ingin menjelaskan bagaimana. Aku lihat Daehyun tersenyum lembut,
dia merogoh kantong celananya.
“Lihatlah,
aku juga memiliki kalung yang sama... Tanganmu.” Daehyun menarik tanganku
pelan, dia mengeluarkan cincin dari untaian kalungnya. Cincin titanium yang
sama, hanya saja memiliki ornamen kristal swarovski putih yang indah, cincin
itu memiliki nama Daehyun terukir di dalamnya. Bisa kurasakan tangannya
bergetar pelan saat memegang tanganku. Dia gugup.
“Kau
tadi pagi menanyakan kapan aku memintamu menikahimu bukan ?” Daehyun tersenyum,
memasukkan cincin itu di jari manisku.
“Dengan ini, aku memintamu. Maukah kau menjadi istriku Eunsoo –ya ?”
Speechless. Aku terharu bahagia, dan
bisa kurasakan mataku berkaca-kaca.
“Hahaha.
Uljima...” Daehyun tertawa dan menyeka air mataku yang mulai jatuh.
“Tidak
romantis sama sekali !!” ujarku pelan. Tawa Daehyun semakin keras.
“Sebenarnya
aku ingin melamarmu nanti, saat dinner di pantai Eunsoo –ya. Hanya saja, aku
tidak sabar menunggu waktu itu tiba. Lagipula aku tidak tahu kapan kau memiliki
luang bersamaku disini jagi.” ujarnya melirik Jongup yang baru saja memasuki
restoran, membawa agendaku di tangannya.
“Geurom,
sepertinya dengan sangat tidak rela, aku harus melepasmu ke tangan Jongup,
Eunsoo –ya.” ujarnya, ingin memanggil Jongup.
“Chankamannyo.
Apa kau lupa aku belum menjawab permintaanmu ?” Aku menarik tangannya paksa,
mengeluarkan cincin titanium itu dan menyematkannya ke jari Daehyun.
“Aku
bersedia menjadi istrimu Daehyun –ah.” ujarku, kemudian mengecup punggung
tangannya singkat. Sekarang giliran Daehyun yang terpana melihat aksiku.
“Hajima,
aku malu jika kau melihatku seperti itu.” ujarku nyaris berbisik. Daehyun salah
tingkah kemudian tertawa untuk menutupi rasa malunya. Baru kali ini aku melihat
seorang Jung Daehyun yang sangat percaya diri seperti ini.
“Hahaha,
maaf jika tidak romantis. Juga maaf meninggalkanmu sendirian tadi karena aku
ingin menenangkan diriku dulu sebebelum menemuimu.” aku menggeleng cepat. Jujur
saja, ini merupakan hal paling romantis yang pernah aku terima selama ini.
Daehyun memajukan badannya, mengecup pelan keningku.
“Aku
ingin menciummu, memelukmu dan mengatakan padamu bahwa aku sangat bahagia saat
ini Eunsoo –ya. Andai saja...” dia memandang sekeliling “... tidak ada orang
disini.”
“Hahaha,
andai saja... oppa.” aku mengecup pipinya singkat. Meninggalkan rona merah pada
wajahnya. Dia tertunduk. Ya Tuhan, manis
sekali.
“Daehyun
–ah, wae irreoseumnika ? Bukankah apa yang kau lakukan padaku lebih dari
sekedar itu ?” aku tertawa.
“Kau
tidak mengerti ....”
“Apa
yang aku tidak mengerti ... oppa ?” Senyumnya mengembang ketika aku
memanggilnya dengan sebutan itu. Sayangnya, aku harus berhenti mengerjainya
karena Jongup menghampiri meja kami. Mulai menjelaskan padaku bahwa jadwal kami
sangat padat hari ini. Daehyun sempat protes ketika Jongup mengatakan kami
harus meninjau penempatan interior yang
akan di pasang di resort. Dia teringat akan kecelakaan tiga tahun lalu.
“Jaga
baik-baik calon istriku, Jongupie. Atau kau akan menerima akibatnya jika ada
goresan sedikitpun di tubuhnya.” ujar Daehyun, entah sudah keberapa kalinya dia
mengatakan hal ini sepanjang perjalanan restoran hingga tempat parkir.
“Arrasseo
hyung.” Jongup segera masuk ke kursi pengemudi.
“Chankamannyo.”
Daehyun menarik tanganku pelan, berbisik di telingaku. “Aku sudah memiliki izin
untuk menyentuhmu saat kau menerima
lamaranku bukan, jagiya ?”
“Mwo
?? Yaaa !!!” kurasakan wajahku panas dan untuk menutupinya tanganku refleks
ingin memukul lengannya. Tapi dia menahan tanganku dan mengecup bibirku cepat.
“Aku
tidak mau menerima alasan lagi, kau harus mengizinkanku.” ujarnya sembari
mendorongku masuk ke kursi penumpang.
“Malam
ini.” ujarnya tersenyum lebih lebar, saat melihat diriku yang tidak tahu harus
menjawab apa.
picture credit : as tagged
picture credit : as tagged