Dadaku sesak melihat sosok Harin yang begitu dingin padaku. Entah apa yang ada di pikiranku sekarang. Marah, ya aku marah dengan diriku sendiri. Muak dengan diriku yang telah menyakitinya selama ini. Aku menutup pintu apartemen Harin yang langsung terkunci. Aku menenangkan hatiku didepan pintu apartemennya, mencengkeram wajahku menahan air mata.
PRANGGG !!!! Aku mendengar suara barang pecah dari dalam apartemen. Aku bangkit, menggedor pintu Harin dan meneriakkan namanya. Tak ada jawaban. Terpaksa, aku mendobrak pintunya. Pemandangan yang aku lihat adalah sosok Harin, terbaring tertelungkup tak sadarkan diri dengan pecahan gelas disekelilingnya. Aku terkesiap. Aku segera mengangkat badannya dan membaringkannya di sofa. Kurus sekali.
“Harin-ah, ireona !!!” Harin tidak membuka matanya, wajahnya
sangat pucat. Aku menelepon dokter keluarga Harin. Selama dokter memeriksanya,
aku menghubungi Sanghyun bahwa adiknya pingsan. Dia akan segera ke Seoul malam
ini.
“Apa anda keluarganya ?” tanya dokter.
“Bukan dokter, saya tunangannya.” entah apa yang memaksa
mulutku berkata demikian. aku tak peduli. “Bagaimana keadaannya dok ?”
“Tidak cukup baik. Saya menyarankan Anda membawanya ke rumah
sakit untuk mendapat penanganan kembali.”
Setelah dokter pulang, aku segera membawa Harin ke rumah
sakit. Dokter mengatakan bahwa Harin harus operasi usus buntu seminggu lagi,
tetapi Harin justru tidak memperhatikan kesehatannya dan stress dalam bekerja.
Hal yang semakin membuatku merasa bersalah. Aku masih menemani Harin yang belum
sadarkan diri ketika Sanghyun datang
“Bagaimana keadaannya ?” Sanghyun langsung bertanya begitu
dia sampai di rumah sakit keesokan harinya. Aku hanya menggeleng. Sanghyun
duduk disamping adiknya, mengenggam tangannya, dan berbisik.
“Harin-ie,.. ige na ya, Sanghyun. Ireonasseyo.” Sanghyun
mengecup kening Harin yang masih tertidur. Seandainya
aku berada di posisi Sanghyun.
“Harin-ah...” Ada
reaksi dari genggaman Harin, dia akhirnya membuka matanya dan langsung menangkap
sosok Sanghyun didepannya. Dia meringis tersenyum.
“Oppa.. jinja bogoshipta.” Aku beranjak meninggalkan kedua
bersaudara itu. Aku bersyukur akhirnya Harin membuka matanya kembali. Aku
sedang menyeruput kopiku ketika Sanghyun menjejeriku.
“Sebenarnya apa yang terjadi dengan Harin kemarin ? Dia
terkesan menutupi sesuatu ketika aku menyebut namamu.”
Aku menghela nafas, “Aku mengutarakan perasaanku padanya. Salahku,
karena aku cemburu ketika pria lain mengantarkannya pulang. Dan justru
memperburuk kesehatannya.”
“Sekarang kamu mengerti apa yang aku maksud 5 tahun lalu,
Changsun-ah. Aku harap kamu tidak menyakitinya lagi.” Sanghyun menepuk bahuku.
“Tetapi, aku belum memaafkan perlakuanmu kepada adikku.
Cobalah mendapat izinku untuk memberikan dia padamu.” ujar Sanghyun entah
kemana, sepertinya dia ingin menemui dokter.
Aku tersenyum, aku tahu Sanghyun telah memberikanku kesempatan mendapatkan hati Harin kembali. Aku
menarik nafas, bersiap-siap memasuki ruang pasien. Harin sedang memperhatikan
hujan yang turun di luar jendela.
“Harin-ah...” panggilku perlahan. Dia menoleh, raut wajahnya
tidak bisa ditebak, kemudian dia mengalihkan pandangannya lagi kearah jendela.
Seakan tak mau melihat sosokku.
“Jongmal mianhamnida.” suaraku tercekat. Baru kali ini aku
tidak dapat mengumpulkan keberanianku. “Aku salah telah menyia-nyiakanmu selama
ini. Maafkan aku, jebal.”
Butiran air mata jatuh di pipi Harin. Dia cepat-cepat
menghapusnya. “Aku tidak tahu.” ujarnya lirih
“Aku mencintaimu Harin, sungguh. Percayalah padaku.” Mungkin
sekedar kata-katapun tidak dapat membuatnya percaya padaku, tapi yang aku tahu,
aku sudah jatuh cinta padanya, sangat jatuh. Dan hanya satu janji yang terlintas di hatiku, aku
ingin membahagiakannya.
Harin akhirnya menatapku, air matanya mengalir. Ingin rasanya
aku memeluknya, mengusap pipinya dan menenangkannya. Tapi aku hanya terpaku,karena
aku tahu air mata itu karena kesalahanku.
“Susah untuk mempercayaimu lagi Changsun.” Hancur, sakit
sekali rasanya melihat tatapan itu. aku memeluknya, erat sekali, membenamkan
wajahku di punggungnya, dan aku merasakan suaraku bergetar. Harin tidak
membalas pelukanku.
“Maafkan aku... Maafkan aku... Akan aku lakukan apapun untuk
membahagiakanmu Harin. Maafkan aku.” Bahu Harin bergetar, terdengar suara
tercekat di telingaku.
“Aku... aku sakit... hatiku hancur berkali-kali... “
“Aku tahu... Mianhae Harin-ah.Akan aku lakukan apapun agar
kamu memaafkanku.” Aku mengeratkan pelukanku pada Harin.
“Kau jahat...”
“Aku tahu.” Aku melepaskan pelukanku, mengusap sisa air mata
di pipi Harin, menautkan keningku pada miliknya, menggenggam tangannya.
“Maafkan aku.” aku berbisik. Harin perlahan-lahan
menganggukkan kepalanya. Aku tersenyum, aku mengecup kelopak matanya, hidungnya
dan perlahan-lahan menyentuhkan bibirku pada bibirnya. Dingin.
Dia menatapku, tersenyum dalam lemah, saat itu aku tahu, aku
sadar, dialah yang terpenting dalam hidupku sekarang. Aku ingin memiliki
dirinya sepenuhnya. Aku mengecup bibirnya sekali lagi dan memeluknya, yang
dibalasnya lemah.
“Terimakasih Harin-ah.” Aku memeluknya cukup lama, dan Harin
tertidur di pelukanku. Obatnya mulai bekerja. Aku membaringkannya di ranjang,
menyelimutinya, dan duduk disampingnya. Nafasnya teratur dan dia tersenyum
dalam tidurnya. Tepat saat aku ingin mencium keningnya Sanghyun masuk.
“Tepat sekali Sanghyun-ah. Aku meminta ijinmu untuk
menikahinya sesegera mungkin.” ujarku mantap.
The end ~~huaaahh akhirnya author nyelesaiin juga fanfiction ini. 2 chapter dalam sehari..wohoo ~~
Author saat ini juga sedang menulis FF lagi tetapi cast yang berbeda, mohon dukungannya yeorobeun #bow FEEL FREE to Comment :D